ABAD 21, milenial bnget !!
Bandung, 2 Februari 2018.
Dengan alunan ayat suci yang dibacakan oleh
teman kamarku, Mithanya. Kita sudah hampir setahun sekamar. Eh, aku sekamar
dengan dia tidak hanya berdua. Jangan dulu kaget, kalau dihitung ada delapan
orang dalam kamar kita, tapi hanya lemarinya. Orangnya? Entahlah, yang
istiqomah tinggal hanya beberapa orang. Mereka yang tidak ada dikamar karena
berbagai alasan, sudah lulus dan masih ragu antara pulang atau tetap bertahan.
Karena sebenarnya berada dirumah adalah kebahagian yang tidak bisa diberikan
oleh tetangga, iya. Hanya saja omongan tetangga selalu tak seenak cilok mang
Jawami yang selalu terhidang panas, manis dan murah.
Malam ini, aku hanya ingin bercerita tentang
kamarku. Kamar yang hanya diisi oleh perempuan cantik seperti aku. Ukurannya
mungkin tak kurang dari 2 x 4 m. Terkadang sempit kalau semua personil ada,
hingga kita harus menginap dikamar tetangga, iya tetangga kamar. Bukan tetangga
yang sebenarnya, karena tetangga yang sebenarnya adalah bengkel. Masa iya kita
perempuan cantik harus menginap dibengkel, kalaupun tetpaksa harus setidaknya
bersama pangeran halal pemilik tanah dan mobil mewah.
Dari bangun pagi sampai jam sepuluh malam
biasanya kita masih asyik dengan smartphone masing-masing, dikamar ini. Memang
tidak seterusnya kita bersama smartphone sih. Tapi kalau diperhatikan dan
dirasakan hampir banyak bersama smartphone daripada kita ngobrol. Sudah
zamannya ‘kan seperti itu? Anak filsafat bilang smartphone sudah seperti tuhan.
Tuhan adalah segala sesuatu yang menguasai kita. Sehingga, ngasalnya
bisa saja smartphone pun di-tuhan-kan. Tidak salah, tapi terdengar benar kan?
Padahal
kegiatan memainkan smartphone itu hanya ngecek whatsapp (WA) yang kadang hanya
ada pemberitahuan dari grup, grup yang semakin hari semakin banyak mulai dari
grup sekolah zaman SD,MTs bahkan SMA. Grup kuliah dari kelas, angkatan, sampai
organisasi yang makin membuat pemberitahun semakin banyak padahal tidak ada
yang dikhususkan. Haaah, itu hanya nasib Mblo. Atau kalaupun tidak hanya
pemberitahun dari grup tapi juga hanya melihat snapwhatsapp yang aneh-aneh.
Semakin dilihat semakin aneh, tapi sayang kalau terlewatkan.
“eh, dia lagi di J-Co loh”.
“wah, mana. Kok nggak ajak aku nya?”.
Terdengar penting, padahal tidak juga ‘kan.
Itulah bagian dari kegiatan 24 jam dalam sehari yang membosankan, dibatasi oleh
quota. Karena, kalau tidak ada quota ya serasa sepi dunia ini. Katanya.
Komentar
Posting Komentar